Ulama fikih membahas dalam kitab
al buyu’ satu pembahasan yang disebut ‘aariyah. Yang dimaksud ‘aariyah adalah
pemilik barang membolehkan barangnya dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa ada
upah. Istilah gampangnya, ‘aariyah artinya meminjamkan. Seperti misalnya
meminjamkan laptop pada teman dan teman tersebut tidak dikenakan biaya apa-apa.
Nah, orang yang enggan
memberikan pinjaman pada saudaranya yang lain, padahal ia sebenarnya tidak lagi
membutuhkan barang tersebut, alias ia pelit pinjamkan barang, inilah yang
disebut al maa’uun. Inilah istilah yang sering kita dengar dalam surat
pendek yaitu surat Al Maa’un.
Allah Ta’ala berfirman : “Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik
anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan) barang
berguna.” (QS. Al Maa’uun: 1-7).
Jika lihat dari terjemahan Al
Qur’an, al maa’uun diterjemahkan dengan orang yang enggan menolong dengan
barang berguna. Namun memang, para ulama tafsir berbeda pendapat dalam
mendefinisikan al maa’uun. Sebagian berkata bahwa al maa’uun bermakna orang
yang enggan bayar zakat. Yang lain lagi mengatakan bahwa maksud al maa’uun
adalah orang yang enggan taat.
Yang lainnya lagi berkata
sebagaimana yang kami maksudkan yaitu “يمنعون العارية”, mereka yang enggan meminjamkan barang
kepada orang lain (di saat saudaranya butuh). Tafsiran terakhir ini sebagaimana
yang dikatakan oleh ‘Ali bin Abi Tholib, yaitu jika ada yang ingin meminjam
timba, periuk atau kampaknya, maka ia enggan meminjamkannya.
Perkataan yang lebih umum
tentang al maa’uun adalah enggan menolong orang lain dengan harta atau sesuatu
yang bermanfaat. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/473).
Dalam sunan Abu Daud disebutkan
riwayat dari ‘Abdullah, ia berkata,
كُنَّا نَعُدُّ الْمَاعُونَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- عَارِيَةَ الدَّلْوِ وَالْقِدْرِ.
“Kami menganggap al maa’uun di
masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang berkaitan dengan ‘aariyah
(yaitu barang yang dipinjam) berupa timba atau periuk.” (HR. Abu Daud no.
1657, hasan kata Syaikh Al Albani)
Harus Menjaga Amanat
Jika kita dipinjami barang oleh
orang lain, hendaklah kita memegang amanat tersebut dengan baik. Cara memegang
amanat tersebut adalah menjaga barang pinjaman dengan baik. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا
الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS. An Nisa’:
58)
Para ulama jelaskan bahwa jika
barang pinjaman tersebut rusak, maka bukan menjadi tanggung jawab si peminjam
kecuali jika: (1) si peminjam ceroboh, atau (2) si pemilik barang memberi
syarat jika barang pinjaman tersebut rusak, maka si peminjam harus menggantinya
(Lihat Al Wajiz, Syaikh Abdul ‘Azhim Badawi, 451-452).
Alasannya adalah dari hadits
riwayat Abu Daud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan mengenai
barang pinjaman bahwa barang pinjaman itu,
بَلْ مُؤَدَّاةً
“Barang pinjaman itu
sifatnya muaddah” (HR. Abu Daud no. 3566, shahih kata Syaikh Al Albani),
yaitu jika barang pinjaman rusak maka si peminjam tidak bertanggung jawab
menggantinya kecuali jika karena salah satu dari dua alasan di atas.
Mengapa demikian? Karena akad ‘aariyah
di sini sifatnya adalah memberikan amanat pada orang lain. Sebagaimana
wadi’ah (menitipkan barang), aariyah juga semisal itu, jika rusak maka tidak
menjadi tanggung jawab si peminjam kecuali jika karena kecerobohannya.
Demikian faedah singkat yang
kami peroleh dari pelajaran kitab buyu’ (jual beli) Al Wajiz. Moga kita tidak
menjadi orang yang pelit meminjamkan kepunyaan kita pada orang lain apalagi di
saat saudara kita perlu dan bisa menjaga amanat dengan baik.
Wallahu waliyyut taufiq.