Asep Supriadi

aku manusia biasa yang tak punya keahlian / kelebihan apapun, tak bermaksud mengajari / menggurui, hanya belajar dan sedikit sharing kepada pembaca yang budiman, semoga apa yang dituangkan dalam blog ini bermanfaat bagi kita, aamiiinn...

Kamis, 17 Januari 2013

Orang yang pelit

Ulama fikih membahas dalam kitab al buyu’ satu pembahasan yang disebut ‘aariyah. Yang dimaksud ‘aariyah adalah pemilik barang membolehkan barangnya dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa ada upah. Istilah gampangnya, ‘aariyah artinya meminjamkan. Seperti misalnya meminjamkan laptop pada teman dan teman tersebut tidak dikenakan biaya apa-apa.

Nah, orang yang enggan memberikan pinjaman pada saudaranya yang lain, padahal ia sebenarnya tidak lagi membutuhkan barang tersebut, alias ia pelit pinjamkan barang, inilah yang disebut al maa’uun. Inilah istilah yang sering kita dengar dalam surat pendek yaitu surat Al Maa’un.

Allah Ta’ala berfirman : “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al Maa’uun: 1-7).

Jika lihat dari terjemahan Al Qur’an, al maa’uun diterjemahkan dengan orang yang enggan menolong dengan barang berguna. Namun memang, para ulama tafsir berbeda pendapat dalam mendefinisikan al maa’uun. Sebagian berkata bahwa al maa’uun bermakna orang yang enggan bayar zakat. Yang lain lagi mengatakan bahwa maksud al maa’uun adalah orang yang enggan taat.

Yang lainnya lagi berkata sebagaimana yang kami maksudkan yaitu “يمنعون العارية”, mereka yang enggan meminjamkan barang kepada orang lain (di saat saudaranya butuh). Tafsiran terakhir ini sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Ali bin Abi Tholib, yaitu jika ada yang ingin meminjam timba, periuk atau kampaknya, maka ia enggan meminjamkannya.

Perkataan yang lebih umum tentang al maa’uun adalah enggan menolong orang lain dengan harta atau sesuatu yang bermanfaat. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/473).

Dalam sunan Abu Daud disebutkan riwayat dari ‘Abdullah, ia berkata,

كُنَّا نَعُدُّ الْمَاعُونَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَارِيَةَ الدَّلْوِ وَالْقِدْرِ.

“Kami menganggap al maa’uun di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang berkaitan dengan ‘aariyah (yaitu barang yang dipinjam) berupa timba atau periuk.” (HR. Abu Daud no. 1657, hasan kata Syaikh Al Albani)

Harus Menjaga Amanat

Jika kita dipinjami barang oleh orang lain, hendaklah kita memegang amanat tersebut dengan baik. Cara memegang amanat tersebut adalah menjaga barang pinjaman dengan baik. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS. An Nisa’: 58)

Para ulama jelaskan bahwa jika barang pinjaman tersebut rusak, maka bukan menjadi tanggung jawab si peminjam kecuali jika: (1) si peminjam ceroboh, atau (2) si pemilik barang memberi syarat jika barang pinjaman tersebut rusak, maka si peminjam harus menggantinya (Lihat Al Wajiz, Syaikh Abdul ‘Azhim Badawi, 451-452).

Alasannya adalah dari hadits riwayat Abu Daud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan mengenai barang pinjaman bahwa barang pinjaman itu,
بَلْ مُؤَدَّاةً

Barang pinjaman itu sifatnya muaddah” (HR. Abu Daud no. 3566, shahih kata Syaikh Al Albani), yaitu jika barang pinjaman rusak maka si peminjam tidak bertanggung jawab menggantinya kecuali jika karena salah satu dari dua alasan di atas.

Mengapa demikian? Karena akad ‘aariyah di sini sifatnya adalah memberikan amanat pada orang lain. Sebagaimana wadi’ah (menitipkan barang), aariyah juga semisal itu, jika rusak maka tidak menjadi tanggung jawab si peminjam kecuali jika karena kecerobohannya.

Demikian faedah singkat yang kami peroleh dari pelajaran kitab buyu’ (jual beli) Al Wajiz. Moga kita tidak menjadi orang yang pelit meminjamkan kepunyaan kita pada orang lain apalagi di saat saudara kita perlu dan bisa menjaga amanat dengan baik.


Wallahu waliyyut taufiq.