Asep Supriadi

aku manusia biasa yang tak punya keahlian / kelebihan apapun, tak bermaksud mengajari / menggurui, hanya belajar dan sedikit sharing kepada pembaca yang budiman, semoga apa yang dituangkan dalam blog ini bermanfaat bagi kita, aamiiinn...

Minggu, 27 April 2014

Muhamad SAW



Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur.

 Sayidatina ‘Aisyah menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga. Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai sembahyang. ”Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’)

Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.” Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya. Pernah baginda bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.” Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda sebagai kepala keluarga.

Pada suatu ketika baginda menjadi imam solat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai bersembahyang : “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah?” “Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar” “Ya Rasulullah… mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan? Kami yakin engkau sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.

Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda. “Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?”

Lalu baginda menjawab dengan lembut, ”Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”

Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor. Hanya diam dan bersabar bila kain rida’nya direntap dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya. Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu. Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ketuanan. Anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam keseorangan.

Ketika pintu Syurga telah terbuka, seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah, hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemahuan jiwanya yang tinggi.

Bila ditanya oleh Sayidatina ‘Aisyah, “Ya Rasulullah, bukankah engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?” Jawab baginda dengan lunak, “Ya ‘Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.” Rasulullah s. a. w. bersabda, “Sampaikan pesanku walau sepotong ayat”

Minggu, 20 April 2014

Rosulallah Pingsan



Yazid Arraqqasyi dari Anas bin Malik ra. berkata: Jibril datang kepada Nabi saw pada waktu yg ia tidak biasa datang dalam keadaan berubah mukanya, maka ditanya oleh Nabi SAW.: “Mengapa aku melihat kau berubah muka?”

Jawabnya: “Ya Muhammad, aku datang kepadamu di saat Allah menyuruh supaya dikobarkan penyalaan api neraka, maka tidak layak bagi orang yg mengetahui bahwa neraka Jahannam itu benar, dan siksa kubur itu benar, dan siksa Allah itu benar untuk bersuka-suka sebelum ia merasa aman dari padanya.”

Lalu Nabi s.a.w. bersabda: “Ya Jibril, jelaskan padaku sifat Jahannam.” Jawabnya: “Ya. Ketika Allah menjadikan Jahannam, maka dinyalakan selama seribu tahun, sehingga merah, kemudian dilanjutkan seribu tahun sehingga putih, kemudian seribu tahun sehingga hitam, maka ia hitam gelap, tidak pernah padam nyala dan baranya. 

Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan terbuka sebesar lubang jarum niscaya akan dapat membakar penduduk dunia semuanya kerana panasnya. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan satu baju ahli neraka itu digantung di antara langit dan bumi niscaya akan mati penduduk bumi kerana panas dan basinya. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan satu pergelangan dari rantai yg disebut dalam Al-Qur’an itu diletakkan di atas bukit, niscaya akan cair sampai ke bawah bumi yg ke tujuh.

Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan seorang di ujung barat tersiksa, niscaya akan terbakar orang-orang yang di ujung timur kerana sangat panasnya, Jahannam itu sangat dalam dan perhiasannya besi, dan minumannya air panas campur nanah, dan pakaiannya potongan-potongan api. Api neraka itu ada tujuh pintu, tiap-tiap pintu ada bagiannya yang tertentu dari orang laki-laki dan perempuan.”

Nabi s.a.w. bertanya: “Apakah pintu-pintunya bagaikan pintu-pintu rumah kami?” Jawabnya: “Tidak, tetapi selalu terbuka, setengahnya di bawah dari lainnya, dari pintu ke pintu jarak perjalanan 70,000 tahun, tiap pintu lebih panas dari yang lain 70 kali ganda.” (nota kefahaman: yaitu yg lebih bawah lebih panas)

Tanya Rasulullah s.a.w.: “Siapakah penduduk masing-masing pintu?” Jawab Jibril: “Pintu yg terbawah untuk orang-orang munafik, dan orang-orang yg kafir setelah diturunkan hidangan mukjizat nabi Isa a.s. serta keluarga Fir’aun, namanya Al-Hawiyah. Pintu kedua tempat orang-orang musyrikin bernama Jahim, Pintu ketiga tempat orang shobi’in bernama Saqar. Pintu ke empat tempat Iblis dan pengikutnya dari kaum majusi bernama Ladha, Pintu kelima orang yahudi bernama Huthomah. Pintu ke enam tempat orang nashara bernama Sa’eir.”

Kemudian Jibril diam, segan pada Rasulullah s.a.w. sehingga ditanya lagi oleh Nabi SAW: “Mengapa tidak kau terangkan penduduk pintu ke tujuh?” Jawabnya: “Di dalamnya orang-orang yang berdosa besar dari ummatmu yang sampai mati belum sempat bertaubat.”

Maka nabi s.a.w. jatuh pingsan ketika mendengar keterangan itu, sehingga Jibril meletakkan kepala nabi s.a.w. di pangkuannya sehingga sadar kembali dan sesudah sadar nabi saw bersabda: “Ya Jibril, sungguh besar kerisauanku dan sangat sedihku, apakah ada seorang dari ummat ku yang akan masuk ke dalam neraka?” Jawabnya: “Ya, yaitu orang yg berdosa besar dari ummatmu.”

Kemudian nabi s.a.w. menangis, Jibril juga menangis, kemudian nabi s.a.w. masuk ke dalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk sembahyang kemudian kembali dan tidak berbicara dengan orang dan bila sembahyang selalu menangis dan minta kepada Allah.

Minggu, 13 April 2014

Uswatun Hasanah



Pada tanggal 12 Rabiul awal tahun gajah atau tanggal 20 April 571 Masehi yang lalu telah lahir seorang manusia yang menjadi Rahmatan Lil Alamin dan menyandang derajat keterpujian yang tidak terukur ketinggian dan kesempurnaannya serta kelak membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia. Manusia tersebut adalah Ahmad yang kemudian menyandang nilai-nilai Ke-Muhammad-an yang sangat tinggi sehingga beliau berhak menyandang gelar Muhammad yaitu yang sangat terpuji dan selalu dipuja dan dipuji, yang menjadi Rahmatan Lil Alamin dan Uswatun Hasanah bagi seluruh makhluk yang ada di alam semesta Raya ini.

Kata Muhammad apabila kita renungkan lebih dalam lagi dapat diartikan secara lahiriah maupun secara batiniah, yaitu :

Pertama, Muhammad secara lahiriah adalah menunjuk kepada satu sosok seorang manusia biasa yang mempunyai sifat terpuji dan diutus oleh Allah untuk menyampaikan seruan atau ajaran Tauhid kepada seluruh umat manusia.

Katakanlah : “Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS Al Kahfi 18 : 110).

Sebagai manusia biasa, Muhammad merupakan prothotype manusia sempurna yang patut menjadi Uswatun Hasanah bagi seluruh umat manusia. Sebutan “Manusia Sempurna” sering disalahartikan oleh sebagian besar umat Islam, yakni Manusia sempurna adalah sosok manusia yang serba bisa, serba tahu, serba baik dan lain sebagainya.

Padahal jika kita kaji dan renungkan kembali hakikat dari istilah “Sempurna” itu, mempunyai unsur keseimbangan, kesepadanan, kesesuaian dan keharmonisan dalam hal apapun. Dalam kajian Tauhid, kesempurnaan yang paling sempurna pada hakikatnya adalah Allah SWT itu sendiri. Apa yang diciptakan Allah di alam semesta ini merupakan ciptaan yang Maha Sempurna dan tidak ada yang sia-sia, sesuai dengan firman-Nya : “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah, sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang”?. (QS Al Mulk 67 : 3).
 
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapa orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka” (QS Shad 38 : 27).

“…Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia, maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS Ali Imran 3 : 191).

Berdasarkan firman tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa apa yang terjadi dan apa yang dicipta di alam semesta ini adalah suatu kesempurnaan yang tidak sia-sia, baik sifat maupun bentuknya. Misalnya seperti : baik-buruk, indah-jelek, terpuji-tercela, siang-malam, panas-dingin, panjang-pendek, siang-malam, pria-wanita, besar-kecil dan sebagainya. 

Jadi suatu kesempurnaan adalah satu keseimbangan antara dua sifat atau unsure yang dikotomis atau bertolak belakang, sebab apabila hanya ada satu sifat saja atau ada baik saja, atau ada siang saja, atau ada dingin saja, hal itu bukanlah suatu yang dapat disebut sempurna.
Dengan dalih bahwa kita tidak akan sanggup mencapai derajat sempurna seperti Nabi Muhammad, banyak umat Islam merasa tidak perlu mencontoh semua apa yang telah diteladani oleh Nabi Muhammad SAW, terutama peristiwa Isra’ dan Mi’raj-nya beliau.

Padahal sebagai Guru Besar bidang Tauhid Islam, beliau akan senang apabila seluruh umatnya dapat mencontoh semua teladannya., baik lahir maupun batin, bahkan beliau akan lebih senang lagi apabila ada umatnya yang dapat melebihi beliau.

Di dalam Al Qur’an telah diterangkan bahwa Muhammad SAW adalah contoh yang paling baik bagi umat manusia yang menghendaki perjumpaan dengan Allah ketika kita masih hidup di atas dunia. Hal ini sesuai dengan firman Allah ; “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah dan Hari Akhir dan mengingat Allah sebanyak-banyak” (QS Al Ahzab 33 : 21).

Sebagian ahli tafsir, banyak yang menterjemahkan ayat tersebut dengan iftiro atau menambah-nambahkan ayat tersebut dengan kata “mengharapkan rahmat Allah”, padahal bunyi sebenarnya adalah “Laqod kaana lakum fii Rasulillahi uswatu hasanatun liman kaana yaarjullohu walyaumil akhirawadzakarooloha kasyiron”.

Dalam ayat tersebut terdapat kata “yarjulloha” yang berarti mengharap Allah. Jadi bukan mengharapkan rahmat Allah atau mengharapkan ridha Allah, atau mengharapkan pahala Allah, atau mengharapkan rezeki Allah, tetapi yang benar adalah mengharapkan Allah semata. Bahkan kalau boleh dipertegas lagi ayat tersebut bermakna : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang paling baik bagi kamu, yaitu bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir dan banyak mengingat Allah”. 

Berdasarkan ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah adalah contoh yang paling baik bagi umat manusia yang ingin mengharapkan bertemu dengan Allah di dunia ini, dan juga bertemu dengan hari akhir, agar kita dapat mengingat Allah sebanyak-banyaknya. Sebab mustahil kita dapat mengingat Allah apabila kita belum pernah bertemu dan melihat Allah.

Kedua, Muhammad secara batiniah adalah suatu anasir Yang Bersifat Terpuji, yang telah dimiliki oleh setiap manusia tanpa kecuali. Tetapi yang sangat disayangkan adalah bahwa tidak semua umat manusia yang menyadari keberadaan anasir tersebut, apalagi menumbuhkannya dalam kehidupan sehari-harinya. 

Sehingga tidaklah mengherankan apabila banyak orang yang mengaku umat Muhammad atau umat yang sangat terpuji, justru banyak melakukan perbuatan tercela. Hal ini diakibatkan karena mereka belum dapat meneyerap Muhammad dalam arti nilai-nilai keterpujian, di setiap aktivitas hidupnya dalam bermasyarakat. Padahal setiap harinya mereka selalu mengatakan : “Aku telah menyaksikan bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan aku telah menyaksikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah”. 

Kalimat Syahadat tersebut mempunyai makna yang sangat dalam sekali, yaitu saksinya seorang pesaksi yang menyaksikan kepada siapa dia bersaksi. Secara hakikat, makna simbolis dari “wa asyhadu an la Muhammad Rasulullah” adalah sebuah pengakuan bahwa setiap diri telah ditempati oleh anasir Terpuji yaitu Nur Muhammad, yang harus diimani dan diikuti sesuai dengan Firman Allah dalam Al Qur’an: “Dan Ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,” (QS Al Hujurot 49 : 7).

 “Katakanlah Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” QS Ali Imran 3 : 31).

“Muhammad itu sekali-kalilah bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup Nabi-Nabi. Dan sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segalanya” (QS Al Ahzab 33 : 40).

“Orang-orang yang telah kami beri Al Kitab, mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya” (QS Al Baqarah 2 : 146).

“Ana ahmad bi la mim, wa ana ‘arabbi bi la ‘ain, wa man roaini, innaroaitul haq” Aku ahmad tanpa huruf mim dan aku adalah ‘arabbi tanpa huruf ‘ain, barang siapa melihat aku, sesungguhnya telah melihat Sang Maha Benar” (Hadits).

“Yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWT adalah Cahaya-ku, wahai Jabir (HR Ibnu jabir). “Siapa saja yang mengatakan Muhammad Rasulullah telah mati, akan saya bunuh !” (Umar bin Khatab)

“Siapa yang menyembah Muhammad bin Abdullah, beliau telah mati. Siapa yang menyembah Wajah Allah, Dia-lah Yang Maha Abadi” (Abu Bakr Ash Shidiq)

“Dan janganlah kamu anggap mati orang-orang mati di Jalan Allah, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dan diberi Rezeki” (QS 3 : 169)

“Aku adalah Ahmad tanpa huruf mim. Aku adalah ‘Arabbi tanpa huruf ‘ain. Barang siapa melihat aku, sesungguhnya ia telah melihat Al Haqq” (Hadits)

“Sebuah makam dan kubah dan menara kecil tidaklah menyenangkan bagi para pengikut Yang Maha Besar. “Makammu bukanlah diperindah oleh batu, kayu dan plesteran.

Bukan, bukan itu, melainkan dengan menggali makam untuk dirimu sendiri dalam kesucian ruhani dan menguburkan egoisme dirimu dalam Egoisme-Nya.

Dan menjadi debu-Nya dan terkubur dalam Cinta-Nya, sehingga Nafas-Nya dapat memenuhi dan menghidupimu”

 “Ya Nabi Salam ‘alaika. Ya Rasul Salam ‘alaika. Anta Syamsun, anta Badrun, anta Nuurun fauqo Nuurin !”