Asep Supriadi

aku manusia biasa yang tak punya keahlian / kelebihan apapun, tak bermaksud mengajari / menggurui, hanya belajar dan sedikit sharing kepada pembaca yang budiman, semoga apa yang dituangkan dalam blog ini bermanfaat bagi kita, aamiiinn...

Selasa, 26 Januari 2016

Anatomi sistem Perkemihan







PPT Anemia







Pemeriksaan Fisik







PPT ANFIS MEDULA SPINALIS







PP Pemeriksaan Tanda-tanda vital







Senin, 25 Januari 2016

EFUSI PLEURA

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA


1. Pengertian

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal. Efusi Pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5-15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. (Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).

Efusi pleura merupakan keadaan terdapat cairan dalam jumlah berlebihan didalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga ini hanya berisi sedikit cairan (5 sampai 15 ml) ekstrasel yang melumasi permukaan pleura. Peningkatan produksi atau penurunan pengeluaran cairan akan mengakibatkan efusi pleura (Kowalk, 2011).

Untuk mempermudah pengertian dan letak terjadinya effusi pleura, dapat kita perhatikan gambar fisiologi paru sebagai mana berikut ini: Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan (sekitar 10 – 20 ml) untuk sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis yang saling bergerak karena adanya kegiatan bernafas. Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceralis yang bertekanan rendah. Dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam pleura parietalis dan pleura visceralis.

2. Penyebab dan Jenis Effusi Pleura

Beberapa penyebab umum terjadinya effusi pleura adalah sebagaimana disebutkan di bawah ini:
a. Hambatan drainase limfatik dari rongga pleura.
b. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan perifer dan tekanan kapiler paru menjadi sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan kedalam rongga paru.
c. Tekanan osmotik koloid plasma yang sangat menurun sehingga mengakibatkan transudasi cairan yang berlebihan.
d. Infeksi atau setiap penyebab peradangan lainnya pada permukaan rongga pleura, yang merusak membran kapiler dan memungkinkan kebocoran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat seperti Tuberkulosis, pneumonitis, dan abses paru. (Guyton, 1997).
Sedangkan berdasarkan penyebab di atas, effusi pleura dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah:

a. Menurut Penyebabnya:

1) Bila effusi pleura berasal atau disebabkan karena implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura, cairannya adalah eksudat yang berisi sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik (mengandung darah)
2) Bila effusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairan dapat berupa transudat atau eksudat dan bercampur dengan limfosit.
3) Bila effusi pleura terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).
4) Bila efusi pleura terjadi karena infeksi, biasanya terjadi pada pasien dengan limfoma maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi, effusi ini dapat berupa empiema akut atau kronik (www.medicastore.com)

b. Menurut Cairan Yang Terbentuk:

1) Transudat
Transudat merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau ankotik. Transudasi menandakan kondisi seperti asites, perikarditis, penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan.

Effusi pleura transudatif biasanya disebabkan karena:
- Gagal jantung kongestif
- Sirosis (hepatik hidrothorax)
- Atelektasis
- Hipoalbuminemia
- Sindroma nefrotik
- Peritoneal dialisis
- Mixedema
- Perikarditis konstriktif

2) Eksudat
Eksudat merupakan ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus. Efusi pleura mungkinmerupakan komplikasi gagal jantung kongestif, TBC, pneumonia,  infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru, dan infeksi parasitik.
Effusi pleura eksudatif biasanya disebabkan karena:
  • Malignansi (karsinoma, limfoma)
  • Emboli pulmoner
  • Kondisi kolagen – vaskuler (arthritis reumatoid, lupus)
  • Tuberkulosis
  • Pankreatitis
  • Trauma
  • Postcardiac injury syndrome
  • Perforasi esofagus
  • Pleuritis akibat radiasi
  • Penggunaan obat (nitrofurantoin, dantrolene, methysergide, bromocriptine, procarbazine, amiodarone)
  • Chylothorax
  • Meig’s syndrome
  • Sarcoidosis
  • Yellow nail syndrome
(Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).

3. Tanda dan Gejala

Berikut ini adalah tanda dan gejala dari effusi pleura secara umum, diantaranya adalah:
a. Nyeri pleuritik dada yang membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan bernafas dangkal atau tidur miring ke sisi yang sakit.
b. Sesak nafas/ dispnea dapat ringan atau berat, tergantung pada proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang mendasari timbulnya efusi.
c. Akral teraba dingin
d. Batuk
e. Trakhea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
f. Interkosta menonjol pada efusi yang berat
g. Pergerakan dada berkurang pada bagian yang terkena efusi pleura
h. Perkusi meredup di atas efusi pleura
i. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
j. Vokal fremitus meredup
(Price, 2008)

4. Patofisiologi Effusi Pleura

Peradangan pada saluran nafas bawah akan membuat tubuh untuk melakukan pertahanan diri dengan merangsang sel goblet dan akan menghasilkan sekret yang berlebihan sehingga mengakibatkan gejala yang khas yaitu batuk produktif. Peningkatan produksi sekret akan menyumbat lumen bronkiolus yang menghalangi jalan nafas, apabila sulit dikeluarkan mengakibatkan respirasi memanjang sehingga mengganggu pertukaran gas, terjadi penurunan oksigen dan peningkatan karbon dioksida yang merangsang pusat pernafasan di Medulla Oblongata, selain itu terjadi pula penurunan perfusi dan hemoglobin akan tereduksi sehingga Nampak sianosis.

Peradangan pada efusi, eksudat menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Peradangan ini disebabkan adanya penurunan fungsi pada sillia. Sillia terpapar oleh pemaparan kronis yang mengiritasi saluran pernafasan seperti asap rokok, debu dan lainnya. Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar dalam jumlah yang sama melalui membrane pleura viseralis via sistem limfatik dan vascular. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid. Cairan kebanyakan di absorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya mikropilli di sekitar selsel mesotelial (Suryono, 2011).

Cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parietalis. Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, hal ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila:
a.Tekanan osmotik koloid menurun dalam darah pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma
b.Terjadi peningkatan: Permeabilitas kapiler (keradangan, neoplasma), Tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung/ vena pulmonalis (kegagalan jantung kiri) dan Tekanan negatif intra pleura (atelektasis) (Alsagaf, 2010).

Nyeri pleuritis mengacu pada imflamasi kedua lapisan pleura: pleura parietalis dan pleura viseralis. Ketika kedua membran yang mengalami imflamasi ini bergesekan selama respirasi terutama pada saat inspirasi, akibatnya adalah nyeri hebat, terasa tajam seperti ditusuk pisau. Nyeri dapat menjadi minimal atau tidak terasa ketika nafas di tahan (Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).

Selain menimbulkan nyeri, efusi pleura juga menyebabkan obstruksi bronkus yang ditimbulkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah oleh jaringan parut paru akibat dari hiperkavitas dari proses tuberculosis paru. Obstruksi tersebut dapat menghambat udara masuk ke zona alveolus dan menyebabkan atelektasis.
Udara yang berada dalam alveolus menjadi sulit untuk keluar dari alveolus dan akan terabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah yang menyebabkan alveolus kolaps (Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis, penyebab, serta therapy medis perlu dilakukan sebagai penunjang dalam pelaksanaanya. Adapun pemeriksaan penunjang yang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Foto rontgen dada (sinar tembus dada)
b. USG pleura, berfungsi untk menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
c. CT Scan dada.
d. Torakosentesis (untuk mengambil cairan dan mengetahui warna cairan)
- Kekuning-kuningan: warna normal cairan pleura
- Agak Kemerahan atau kemerahan: terjadi pada kasus dengan trauma, infark paru, keganasan, dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
- Kehijauan dan agak purulen: menunjukkan adanya empiema.
- Merah Coklat: menunjukkan adanya abses karena amuba.

Beberapa hasil dari pemeriksaan Torakosentris dapat diperoleh keterangan sebagai berikut:
- Biokimia: basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, kadar pH, glukosa, amilase.
- Sitologi: sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.
- Bakteriologi: menentukan jenis bakteri yang menginfeksi.
- Biopsi pleura.

6. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Diet Effusi Pleura

Jenis diet yang diberikan pada kasus effusi pleura adalah TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein untuk mencegah dan mengurangi adanya kerusakan jaringan tubuh, khususnya paru-paru. Selain itu diet TKTP juga memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh
Hemoglobin sebagai pigmen sel darah merah yang berfungsi sebagai zat pengangkut oksigen dan karbondioksida akan berikatan dengan protein, begitu pula dalam proses penggumpalan darah, protein juga dibutuhkan.
b. Mengatur keseimbangan cairan tubuh
Keseimbangan cairan dalam intraseluler, intravaskuler, dan interstisial diatur oleh protein dan elektrolit, sehingga apabila terjadi kekurangan protein akan dapat mengakibatkan penurunan dan perpindahan cairan.
(Prinsip Dasar Ilmu Gizi, 2009)

2) Penatalaksanaan Medis Effusi Pleura

a. Therapy oksigen
Dapat diberikan jika terjadi pernafasan yang tidak adekuat.
b. Pemberian obat-obatan
Obat-obatan yang biasa diberikan pada effusi pleura diantaranya adalah antibiotik, analgetik, antiemetik, dan vitamin. Tujuan pemberian obat-obat tersebut adalah untuk menghambat terjadinya infeksi, mencegah penumpukan cairan kembali, menghilangkan ketidak nyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar dari timbulnya effusi pleura (misalnya gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis, TBC, trauma, dll)

c. Pemasangan WSD (water selaed drainage)
WSD (Water Selade Drainage) / CTT (Chest Thorax Tube) adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara atau cairan (darah atau pus) dari rongga toraks dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung selang/drain yang dimasukan ke dalam rongga pleura (DepKes RI, 2008).

d. Pleurodesis
Pada prosedur ini zat kimia dimasukkan pada kavum pleura untuk melekatkan dua lapis pleura. Hal ini dapat mencegah terkumpulnya cairan pleura kembali. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5-Fluorourasil.

e. Thoracosintesis
Aspirasi cairan pleura (thorakosintesis) berguna sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum kateter nomor 14-16.

f. Pengobatan lainnya
Bertujuan untuk penanganan pada effusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi deuretik. (Kowalk dkk, 2011)

g. Latihan Meniup Balon
Untuk mengembangkan alveolus yang kolaps, diperlukan tekanan udara yang lebih besar dengan cara meniup balon lebih keras pada waktu mulai mengembangkan balon. Hal ini dimaksudkan untuk melatih pernafasan dan pengembangan alveolus yang sempat terendam cairan pleura agar fungsinya dapat kembali seperti semula.
(Suzanne C Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002)

7. Komplikasi Effusi Pleura

Pada keadaan lebih lanjut, bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka effusi pleura dapat berdampak atas beberapa komplikasi berikut ini:
- Pneumonia
- Penumothorax
- Hipertensi paru
- Hemothorax (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
- Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
- Laserasi pleura viserali

Sedangkan secara khusus, effusi pleura bila dibiarkan akan memiliki dampak terhadap sistem tubuh, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Sistem pernafasan
Terakumulasinya cairan di rongga pleura menyebabkan penekanan paruparu yang mengakibatkan daya pengembangan paru terganggu sehingga mengakibatkan sesak nafas.
- Sistem kardiovaskuler
Adanya peningkatan denyut nadi dan manifestasi dari sesak nafas karena terjadi kompensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen.
- Sistem gastrointestinal
Kegagalan nafas mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang, diteruskan ke hipotalamus, merangsang nervus vagus dan mengakibatkan peningkatan asam lambung, maka terjadi mual dan tidak ada nafsu makan.
- Sistem/pola aktivitas dan istirahat

Sesak nafas pada saat istirahat dapat mengganggu atau merubah respon terhadap aktivitas atau latihan.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA EFFUSI PLEURA DENGAN WATER SEALED DRAINAGE


1. Pengertian

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Carpenito, 2000).

Peran perawat dalam menangani pasien dengan Efusi Pleura Post CTT (Chest Thorax Tube) adalah ditekankan pada perawatan luka post CTT setiap hari, yang bertujuan mencegah terjadinya infeksi dengan tetap memperhatikan kepatenan CTT yang terpasang untuk mencegah terlepasnya selang CTT yang akan mengakibatkan udara masuk kedalam paru-paru melalui luka pemasangan CTT yang berdampak pada kolapsnya paru-paru sehingga terjadi henti nafas dan berujung kematian pada pasien. Serta mengobservasi jumlah dan warna cairan yang tertampung dalam botol dan dokumentasikan.

Proses keperawatan digunakan untuk membantu perawat dalam melakukan praktek asuhan keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana kelima komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu pengkajian, menentukan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994).

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan (Nursalam, 2001).

2. Pengkajian

a. Anamnesa

1) Identitas Pasien
Terdiri dari: nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan, dan pekerjaan.
2) Keluhan Utama
- Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien.
- Biasanya, dada pasien dengan effusi pleura didaptkan keluhan berupa: sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuretik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Menceritakan perjalanan penyakit pasien saat ini sehingga di bawa ke rumah sakit.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Membahas tentang riwayat penyakit dahulu yang pernah diderita klien berhubungan dengan yang diderita pasien saat ini.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Membahasa tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota keluarga pasien yang disinyalir sebagai penyebab penyakit pasien sekarang. Contohnya: kanker paru, TBC, dll
6) Riwayat Psikososial
Bahasan ini meliputi perasaan pasien terhadap sakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana respon pasien terhadap tindakan pengobatan yang dilakukan terhadap dirinya.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-tanda Vital
Meliputi: tekanan darah, suhu, nadi, respirasi, saturasi oksigen (jika dibutuhkan)
2) Tingkat Kesadaran
Disini perlu dikaji bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnese, mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien, sebagai bahan memperkuat memperoleh data apakah composmentis, apatis, somnolen, sopor atau koma.
3) ROS (review Of System)
-B1 (Breath)
        Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas seperti adanya keluhan sesak
        Batuk (produktif atau tidak produktif, secret, warna, konsistensi, bau)
        Irama nafas pasien (teratur/tidak teratur), takipnea
        Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal
        Fremitus fokal
        Perkusi dada : hipersonor
        Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
        Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
        Selain itu kaji riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paruB2 (Blood)
-B2 (Blood)
        Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )
        Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
        Hipertensi / hipotensi
        CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, normalnya < 3 detik
        Akral : hangat, panas, dingin, kering atau basah
-B3 (Brain)
        Tentukan GCS pasien
        Tentukan adanya keluhan pusing,
        Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan istirahat tiap hari adalah sekitar 6-7 jam.
        Ada tidaknya gangguan pada nerves pendengaran, penglihatan, penciuman.
        Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien, lokasi nyeri misallnya nyeri dada sebelah kanan, frekuensi nyeri (serangan datang secara tiba-tiba), nyeri bertambah saat bernapas, nyeri menyebar ke dada, badan dan perut dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nyeri yang dirasakan pasien
-B4 (Bladder)
        Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria, oliguria, anuria, retensi, inkontinensia
        Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi urine normal adalah sekitar 500cc/hari dan berwarna kuning bening
        Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri tekan
        Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral atau parenteral.
        Intake cairan yang normal setiap hari adalah sekitar 1 liter air.
        Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter
-B5 (Bowel)
        Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau berbau
       Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis                   
        Tenggorokan : adanya nyeri menelan, pembesaran tonsil, nyeri tekan
        Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites
        Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas operasi
        Peristaltic usus tiap menitnya
        Frekuensi BAB tiap hari da konsistensinya (keras, lunak, cair atauberdarah)
        Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan tiap hari
-B6 (Bone)
        Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas, terbatas)
        Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan tualang belakang dan fraktur
        Keadaan kulit: ikteri, siaonis, kemerahan atau hiperglikemi
        Keadaan turgor kulit

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium
2) Darah lengkap dan kimia darah
3) Bakteriologis
4) Analisis cairan pleura
5) Pemeriksaan radiologis
6) Biopsi

3. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan immobilitas, tekanan dan nyeri.
b. Nyeri dada berhubungan dengan factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
c. Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.

4. Intervensi, Tujuan, Kriteria Hasil dan Rasional Disesuaikan Dengan SAK Rumah Sakit Yang Bersangkutan

Anfis Saraf

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF


A.    Organisasi dan Sel Saraf
PENDAHULUAN
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan sertabterdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama :
1.    Input sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau¬ stimulus melalui reseptor, yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatic) maupun internal (reseptor viseral).
2.    Antivitas¬ integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar disepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus, sehingga respon terhadap informasi bisa terjadi.
3.    Output motorik. Input dari¬ otak dan medulla spinalis memperoleh respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh , yang disebut sebagai efektor.

B.    Organisasi Struktural Sistem Saraf
1.    Sistem saraf pusat (SSP).
Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral.
2.    Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh.
Sistem ini terdiri dari saraf cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan reseptor dan efektor.

Secara fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem eferen.
a)    Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP
b)    Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar.

Sistem eferen dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi :
Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahanϑ lingkungan eksternal dan pembentukan respons motorik volunteer pada otot rangka.
Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur
•    Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis
•    Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis.
•    OSebagian besar organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan parasimpatis.

SARAF

SARAF KRANIAL DAN SARAF SPINAL



Pengertian

Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom).
Saraf perifer ( saraf sadar ) di bagi menjadi 2 yaitu :

1. Saraf cranial :

Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada dibagian luar otak dan medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf kranial yang berasal dari otak, saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta reseptor sensorik yang berhubungan.

Merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII); 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X). Pasangan saraf-saraf ini diberi nomor sesuai urutan dari depan hingga belakang, Saraf-saraf ini terhubung utamanya dengan struktur yang ada di kepala dan leher manusia seperti mata, hidung, telinga, mulut dan lidah. Pasangan I dan II mencuat dari otak besar, sementara yang lainnya mencuat dari batang otak.

Terdapat 12 pasang syaraf cranial yaitu:

a. SK I (olfactorius) Adalah saraf sensorik

Fungsi :
Penciuman, Sensori, Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau II

Mekanisme :
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.

b. SK II (Opticus) Adalah saraf sensorik

Fungsi :
Penglihatan, input refleks fokusing dan konstriksi pupil di limbic, Sensori Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual III.

Mekanisme :
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum, Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.

Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.

c. SK III (Okulomotorius) Adalah saraf motorik

Fungsi :
Pergerakan bola mata elevasi alis, konstriksi pupil dan memfokuskan lensa, Saraf ini mengontrol sebagian besar gerakan mata, konstriksi pupil, dan mempertahankan terbukanya kelopak mata (saraf kranial IV dan VI juga membantu pengontrolan gerakan mata.)

d. SK IV (Trochlearis) Adalah saraf motorik

Fungsi:
Pergerakan bola mata ke bawah

e. SK V (Trigeminus) Adalah saraf motorik dan saraf sensorik

Fungsi :
-oV1 (Syaraf optalmik) adalah saraf sensorik
fungsi : input dari kornea, rongga hidung bagian atas, kulit kepala bagian frontal, dahi, bagian atas alis, konjungtiva kelenjar air mata
-oV2 (Syaraf maksilari) adalah saraf sensorik
fungsi :  input dari dagu, bibir atas, gigi atas, mukosa rongga hidung, palatum, faring
-oV3 (Syaraf Mandibular) adalah saraf motorik dan sensorik
Fungsi :
-sensorik : input dari lidah (bukan pengecapan), gigi bawah, kulit di bawah dagu
-motorik : mengunyah

f. SK VI (Abdusen) Adalah saraf motorik

Fungsi :
Pergerakan mata ke lateral

g. SK VII (Fasialis) Adalah saraf motorik dan sensorik

Fungsi :
-Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
-Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah

Mekanisme :
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

h. SK VIII(Vestibulocochlearis): Adalah saraf sensorik

Fungsi :
Vestibular untuk keseimbangan, cochlearis untuk pendengaran

Mekanisme :
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.

i. SK IX(Glossofaringeus) Adalah saraf motorik dan sensorik,

Fungsi :
-Motoris : membantu menelan
-Sensoris : Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa

Mekanisme :
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

j. SK X (vagus) Adalah saraf motorik dan sensorik

Fungsi :
-Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
-Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam XI

Mekanisme :
Nervus vagus meninggalkan anterolateral bagian atas medula oblongata sebagai rangkaian dalam jalur oliva dan pedunculus serebelaris inferior. Serabut saraf meninggalkan tengkorak melalui foramen jugulare. Nervus vagus memiliki dua ganglia sensorik, yaitu ganglia superior dan ganglio inferior. Nervus vagus kanan dan kiri  akan masuk rongaa toraks dan berjalan di posterior radix paru kanan untuk ikut membentuk plexus pulmonalis. Selanjutnya, nervus fagus berjalan ke permukaan posterior esofagus dan ikut membentuk plexus esogafus. Nervus fagus kanan kemudian akan didistrubusikan ke permukaan posterior gaster melalui cabang celiaca yang besar ke duodenum, hepar, ginjal, dan usus halus serta usus besar sampai sepertiga kolon transversum.

k. SK XI (Aksesorius) Adalah saraf motorik

Fungsi :
Motorik: Mengendalikan pergerakan kepala
Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

Mekanisme :
Nervus asesoris merupakan saraf  otoric yang dibentuk oleh gabungan radix cranialis dan radix spinalis. Radix spinalis berasal dari C1-C5 dan masuk ke dalam tengkorak melalui foramen magnum, bersatu dengan saraf kranial membentuk nervus asesoris. Nervus asesoris ini kemudian keluar dari tengkorak melalui foramen jugulare dan kembali terpisah, saraf spinalnya akan menuju otot sternocleidomastoid dan trapezius di leher yang berfungsi untuk menggerakkan leher dan kepala, sedangkan saraf kranialnya akan bersatu dengan vagus melakukan fungsi  otoric brakial di faring, laring, dan palate.

l. SK XII (Hipoglosus) Adalah saraf motorik

Fungsi : 
Pergerakan lidah saat bicara, mengunyah.

2. Saraf spinal :

Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga sifatnya sensorik.
Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi:
a)8 pasang saraf leher (saraf cervical)
Meliputi : C menunjukkan sekmen T,L,S,Co
-Pleksus servikal berasal dari ramus anterior saraf spinal C1 – C4
-Leksus brakial C5 – T1 / T2 mempersarafi anggota bagian atas, saraf yang mempersarafi anggota bawah L2 – S3.
b)12 pasang saraf punggung (saraf thorax)
c)5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar)
d)5 pasang saraf pinggul (saraf sacral)
e)1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).

Otot – otot representative dan segmen – segmen spinal yang bersangkutan serta persarafannya:
1.Otot bisep lengan C5 – C6
2.Otot trisep C6 – C8
3.Ototbrakial C6 – C7
4.Otot intrinsic tangan C8 – T1
5.Susunan otot dada T1 – T8
6.Otot abdomen T6 – T12
7.Otot quadrisep paha L2 – L4
8.Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 – S2

Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau gabungan (pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksusterbagi menjadi 3 macam,yaitu:
-Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher )
-Plexus branchialis (gabungan urat saraf lengan)
-Plexus lumbo sakralis (gabungan urat saraf punggung dan pinggang)

Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua buah akar, yaitu akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap akar anterior dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan sumsum tulang belakang pada satu alur membujur dan teratur dalam satu baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan terletak paling dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang akar dari satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar posterior pun terdiri atas benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu alur di permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar belakang mempunyai sebuah kumpulan sel saraf yang dinamakan simpul saraf spinal. Akar anterior dan posterior bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan tulang belakang melalui sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan kemudian segera bercabang menjadi sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang penghubung.

Cabang-cabang belakang sraf spinal mempersarafi otot-otot punggung sejati dan sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi semua otot kerangka batang badan dan anggota-anggota gerak serta kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan untuk persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman lengan (plexus brachialis). Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah bahu dan ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan tangan. Demikian pula dibentuk oleh cabang-cabang depan untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk panggul sebuah anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga mengirimkan beberapa cabang pendek ke arah pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk tungkai atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang duduk. Saraf ini terletak di bidang posterior tulang paha.

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN



ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN



A.    Fisiologi Sistem Perkemihan.

1.          Pengertian
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
2.          Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.
3.          Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
4.          Fascia Renalis terdiri dari:
Fascia renalis terdiri dari ; a). fascia (fascia renalis), b). Jaringan lemak peri renal, dan c). kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal.
5.          Struktur Ginjal.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.Stru

ktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
6.          Proses pembentukan urin
Tahap pembentukan urin.
a.       Proses Filtrasi ,di glomerulus.
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulu
b.       Proses Reabsorbsi.
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
c.        Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

7.          Pendarahan.
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.
8.          Persarafan Ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
9.          Ureter.
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari:
-          Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
-          Lapisan tengah lapisan otot polos.
-          Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
10.      Vesika Urinaria (Kandung Kemih).
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.

Dinding kandung kemih terdiri dari:
a.       Lapisan sebelah luar (peritoneum).
b.       Tunika muskularis (lapisan berotot).
c.        Tunika submukosa.
d.       Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

11.      Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a.       Urethra pars Prostatica
b.       Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
c.        Urethra pars spongiosa.

Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.

Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
a.       Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria  mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
b.       Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
c.        Lapisan mukosa.
12.      Urin (Air Kemih).
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
a.       Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari  pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya.
b.       Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi   keruh.
c.        Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
d.       Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
e.        Berat jenis 1,015-1,020.
f.        Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member  reaksi asam).

Komposisi air kemih, terdiri dari:
a.       Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
b.       Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea amoniak dan kreatinin.
c.        Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
d.       Pagmen (bilirubin dan urobilin).
e.        Toksin.
f.        Hormon.
13.      Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a.       Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2.
b.       Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.

Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).


PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA SISTEM PERKEMIHAN


B.     Urinalisis

 
Urialisis dapat meberikan informasi klinik yang penting. Urinalisis merupakan pemeriksaan rutin pad sebagian besar kondisi klinis, pemeriksaan urin menangkup evluasi hal-hal berikut:
1.       Observasi warna dan kejernihan urin.
2.       Pengkajian bau urin
3.       Pengukuran keasaman dan berat jenis urin.
4.       Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa, dan badan keton dalam urin (masing-masing untuk proteinuria, glukosuria, da ketonoria)
5.       Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan (centrifuging) untuk mendeteksi sel darah merah (hematuria), sel darah putih, slinder (silindruria), Kristal (kristaluria), pus (piuria) dan bakteri (bakteriuria).

 Cara Pengumpulan Sampel Urin :
Pengumpulan sampel urin dilakukan sewaktu bangun tidur pagi, karena specimen ini lebih pekat dan lebih besar kemungkinannya untuk mengungkapkan abnormalitas. Spesimen tersebut dikumpulkan dalam wadah yang bersih dan dilindungi terhadap kontaminasi bakteri serta perubahan kimiawai. Semua specimen harus diseimpan dalam lemari pendingin. Karena jika dibiarkan dalam suhu kamar urin akan menjadi alkalis akibat kontaminasi bakteri pemecah ureum dari lingkungan sekitarnya.

C.     Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Tes fungsi ginjal dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit ginjal dan mengikuti perjlanan klinik. Pemeriksaan ini juga memberikan informasi tentang efektifitas ginjal dalam melaksanakan fungsi ekskresinya. Fungsi ginjal dapat dikaji secara lebih akurat jika dilakukan dibeberapa pemeriksaan dan kemudian asilnya dianalisis bersama. Pemeriksaan fungsi ginjal yang umum dilakukan adalah kemampuan pemekatan ginjal klirens kreatinin, kadar kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN).

1.       Ultrasound

Ultrasound atau pemeriksaaan USG menggunakan gelombang suara yang dipancarakan ke dalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-organ dalam system urinarius akan menghasilkan gambar-gambar ultrasound yang khas. Abnormalitas seperti akumulasi cairan, massa, malformasi, perubahan ukuran organ ataupun obstruksi dapat diidentifikasi. Pemeriksaan USG merupakan teknik noninvasif dan tidak memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur serta tujuannya kapada pasien. Karena sensitivitasnya, pemeriksaan USG telah menggantikan banyak prosedur diagnosis lainnya sebagai tindakan diagnostic pendahuluan.
2.       Pemeriksaan Sinar-X dan Pencitraan lainnya

Dalam pemeriksaan ini dibagi ke dalam beberapa macam, yaitu :
a.       Kidney, Ureter and Bladder (KUB)

Pemeriksaan radiologi abdomen yang dikenal dengan istilah KUB dapat dilaksanakan untuk melihat ukuran, bentuk serta posisi ginjal dan mengidentifikasi semua kelainan seperti batu dalam ginjal atau traktus urinarius, hidronefrosis (distensi pelvis ginjal), kista, tumor atau pergeseran ginjal akibat abnormalitas pada jaringan disekitarnya.
b.       Pemindai CT dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan pemindai CT dan MRI merupakan teknik noninvasive yang akan memberikan gambar penampang ginjal serta saluran kemih yang sangat jelas. Kedua pemeriksaan ini akan memberikan informasi tentang luasnya lesi invasive pada ginjal.

c.        Urografi Intravena (Ekskretori Urogram atau intravenous pyelogram)
Pemeriksaan urografi intravena yang juga dikenal dengan nama intravenous pyelogaram(IVP) memungkinkan visualisasi ginjal ureter dan kandung kemih. Media kontras radiopaque disuntikan secara intravena dan kemudian dibersihkan dari dalam darah serta dipekatkan oleh ginjal. Tebal nefrotomogram dapat dilaksanakan sebagai bagian dari pemeriksaan untuk melihat berbagai lapisan ginjal serta struktur difus dalam setiap lapisan dan untuk membedakan massa atau lesi yang padat dari kista didalam ginjal atau trakrus urinarius. Pemeriksaaan IVP dilaksanakan sebagai bagian dari penkajian pendahuluan terhadap semua masalah urologi yang dicurigai, khususnya dalam menegakan diagnose lesi pada ginjal dan ureter. Pemeriksaan ini juga memberikan perkiraan kasar terhadap fungsi ginjal. Sesudah media kontras (sodium diatrisoat atau meglumin diatrisoat) disuntikan secara intravena, pembuatan foto rontgen yang multiple dan seril yang dilakukan untuk melihat struktur drainase.
d.       Pielografi retrograd. Dalam pielografi retrograd, kateter uretra dimasukan lewat ureter ke dalam pelvis ginjal dengan bantuan sistoskopi. Kemudian media kontras dimasukkan dengan gravitasi atau penyuntikan melalui kateter. Pielografi retrograd biasanya dilakukan jika pemeriksaan IVP kurang memperlihatkan dengan jelas system pengumpul. Pemeriksaan pielografi retrograd jarang dilakukan dengan semakin majunya teknik-teknik yang digunakan dalam urografi ekskretorik.
e.        Infusion drip pyelography merupakan pemberian lewat infuse larutan encer media kontras dengan volume yang besar untuk menghasilkan opasitas parenkim ginjal dan mengisi seluruh traktus urinarius. Metode ini berguna bila teknik urografi yang biasa dikerrjakan tidak berhasil memperlihatkan struktur drainase.
f.        Sistogram, sebuah kateter dimasukkan kedalam kandung kemih, dan kemudian media kontras disemprotkan untuk mellihat garis besar dinding kandung kemih serta membantu dalam mengevaluasi refluks vesikouretral. Sistogram juga dilakukan bersama dengan perekaman tekanan yang dikerjakan secara bersamaan di dalam kandunng kemih.
g.        Sistouretrogram menghasilkan visualilsasi uretra dan kandung kemih yang bisa dilakukan melalui penyuntikan retrograde media kontras ke dalam uretra serta kandunng kemih atau dengan pemeriksaan sinar X sementara pasien mengekskresikan media kontras.
h.       Angiografi renal. Prosedur ini memungkinkan visualisasi arteri renalis. Arteri femoralis atau aksilaris ditusuk dengan jarum khusus dan kemudian sebuah kateter disisipkan melalui arteri femoralis serta iliaka ke dalam aorta atau arteri renalis. Media kontras disuntikkan untuk menghasilkan opasitas suplai arteri renalis. Angiografi memungkinkan evaluasi dinammika aliran darah, memperlihatkan vaskulatur yang abnormal dan membantu membedakan kista renal dengan tumor renal.
3.       Endourologi (prosedur endoskopi urologi)
4.       Pemeriksaan sistoskopi

merupakan metode untuk melihat lanngsung uretra dan kandung kemih. Alat sistokop, yang dimasukan melalui uretra ke dalam kandung kemih, memiliki system lensa optis yang sudah ada pada alat itu sendiri sehingga akan meemberikan gambar kandung kemih yang diperbesar dan terang. Sistoskop tersebut dapat dimanipulasi untuk memungkinkan visualisasi uretra dan kandung kemih secara lengkap selain visualisasi orifisium uretra dan uretra pars prostatika. Kateter uretra yang halus dapat dimasukan melalui sistoskop sehingga ureterdan pelvis ginjal dapat dikaji. Sistoskop juga memungkinkanahli urologi untuk mendapatkan spesimen urin dari setiap ginjal guna mengevaluasi fungsi ginjal tersebut. Alat forceps dapat dimasukkan melalui sistoskop untuk keperluan biopsi. Batu dapat dikeluarkan dari uretra, kandung kemih dan ureter melalui sistoskop. Alat endoskop dimasukkan dengan melihatnya secara langsung. Uretra dan kandunng kemih diinspeksi. Larutan irigasi steril disemprotkan untuk menimbulkan distensi kandung kemih dan membilas keluar semua bekuan darah sehinngga visualisasi menjadi lebih baik. Penggunaan cahaya denngan intensitas tinggi dan lensa yang bisa ditukar-tukar memungkinkan visualisasi yang sangat baik serta memudahkan pembuatan gambar-gambar yang diam dan yang bergerak dari struktur ini. Sebelum melaksanakan prosedur pemeriksaan dapat diberikan preparat sedativ. Anestesi topical local disemprotkan kedalam uretra sebelum ahli urologi memasukkan alat sistoskop. Pemberian diazepam (valium) intravena bersama dengan preparat anestesi topical uretra dapat diberikan. Sebagai alternative lain dapat dilakukan anestesi spinal atau umum.

Setelah menjalani pemeriksaan sistoskopik, kadang-kadang penderita kelainan patologik obstruktif mengalami retensi urin sebagai akibat dari edema yang disebabkan oleh instrumentasi. Penderita hyperplasia prostat harus dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan retensi urin. Pasien yang menjalani instrumentasi traktus urinarus (yaitu, sistoskopi) perlu dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda dan gejala infeksi urinarius. Edema uretra yang terjadi sekunder akibat trauma local dapat menyumbat aliran urin, oleh karena itu pemantauan akan adanya tanda-tanda dan gejala obstruksi pada pasien juga perlu dilakukan.


2. Brush biopsy ginjal dan uretra

Teknik brush biopsy akan menghasilkan informasi yang spesifik apabila hasil pemeriksaan radiologi ureter atau pelvis ginjal yang abnormal tidak dapat menunjukan apakah kelainan tersebut merupakan tumor, batu, bekuan darah atau hanya artefak. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan sistoskopik. Kemudian dipasang kateter uretra yang di ikuti oleh tindakan memasukkan alat sikat khusus (biopsy brush) melalui kateter tersebut. Kelainan yang dicurigai disikat maju mundur secara teratur untuk mendapatkan sel-sel dan fragmen jaringan permukaan untuk pemeriksaan analisis histology. Setelah prosedur pemeriksaan selesai dilakukan, pemberian cairan infus dapat dilakukan untuk membersihkan ginjal dan mencegah pembentukan bekuan darah. Urin dapat mengandung darah (yang biasanya menjadi jernih dalam waktu 24-48 jam) akibat perembesan pada tempat penyikatan.

3. Endoskopi renal (nefroskopi)

Merupakan pemeriksaan dengan cara memasukkan fiberskop kedalam pelvis ginjal melalui luka insisi (pielotomi) atau secara perkkutan untuk melihat bagian dalam pelvis ginjal, mengelluarkan batu, melakukan biopsi lesi yang kecil dan membantu menegakan diagnose hematuria serta tumor renal tertentu.

4. Biopsi ginjal

Bopsi ginjal dilakukan dengan menusukan jarum biopsi melalui kulit kedalam jaringan renal atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang kecil didaerah pinggang. Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan penyakit ginjal dan mendapatkan specimen bagi pemeriksaan mikroskopik electron serta imunofluoresen, khususnya bagi penyakit glomerulus.Sebelum biopsi dilakukan, pemeriksan koagulasi perlu dilakukan lebih dahulu untuk mengidentifikasi setiap resiko terjadinya perdarahan pascabiopsi.

Prosedur, pasien dipuasakan selama 6 hingga 8 jam sebelum pemeriksaan. Set infuse dipasang. Spesimen urin dikumpulkan dan disimpan untuk dibandingkan dengan specimen pascabiopsi. Jika akan dilakukan biopsi jarum pasien diberitahukan agar menahan nafas ketika jarum biopsi ditusukan. Pasien yang sudah dalam keadaan sedasi di tempatkan dalam posisi berbaring telungkup dengan bantal pasir diletakan dibawah perut. Kulit pada lokasi biopsy diinfiltrasi denngan preparat anestesi local. Lokasi jarum dapat dipastikan melalui fluuoroskopi atau ultrasound dengan menggunakan teknik khusus. Pada biopsi terbuka dilakukan insisi yang kecil didaerah ginjal dapat dilihat secara langsung.

5. Pemeriksaan radio isotop

Merupakan tindakan noninvasive yang tidak mengganggu prosesfisiologik normal dan tidak memerlukan persiapan pasien yang khusus. Preparat radiofarmaseutikal disuntikan intravena. Pemeriksaan dilakukan dengan kamera skintilasi yang ditempatkan disebelah posterior ginjal sementara pasien berada dalam posisi telentang,telungkup atau duduk. Gambar yang dihasilkan (yang disebut pemindai) menunjukan distribusi preparat radiofarmaseutikal didalam ginjal. Pemeriksaan pemindai Tc menghasilkan informasi tentang perfusi ginjal dan sangat berguna untuk menunjukan fungsi ginjal yang buruk. Pemeriksaan pemindai hippurate memberikan informasi tentang fungsi ginjal.

6. Pengukuran urodinamik

Pengukuran urodinamik menghasilkan berbagai pemeriksaan fisiologik dan structural untuk mengevaluasi fungsi kandung kemih serta uretra dengan mengukur :

a. Kecepatan aliran urin
b. Tekanan kandung kemih pada saat buang air kecil dan saat istirahat
c. Resitensi uretra internal
d. Kontras serta relaksasi kandung kemih

Tekanan abdominal , kandung kemih serta detrusor, aktivitas sfingter, inervasi kandung kemih, tonus otot dan reflex sacrum dikaji. Berikut ini merupakan pengukuran urodinamik yang paling sering dilakukan :
Uroflometri (kecepatan aliran) merupakan rekaman volume urin yang mengalir melalui ureter per satuan waktu (ml/s)

f. Sistometrogram merupakan rekaman grafik tekanan dalam kadung kemih (intra vesikal)

pada berbagai fase pengisian dan pengosongan kandung kemih untukmengkaji fungsinya. Selama prosedur pemeriksaan dilakukan, jumlah cairan yang dimasukan dan dikeluarkandari kandung kemih disamping rasa penuh pada kandung kemih dan keinginan untuk buang air kecil harus dicatat. Kemudian semua hasil ini dibandingkandengan tekanan yang diukur dalam kandung kemih selama pengisian kandung kemih dan berkemih. Pertama-tama pasien diminta untuk berkemih, dan dokter mengamati lamanya waktu yang diperlukan untuk memulai, ukuran, kekuatan serta kontinuitas aliran urin, dan derajat mengajan serta adanya hesitancy. Kateterretensi dimasukan melalui uretra kedalam kandung kemih. Volume sisa diukur dan kateter tersebut dibiarkan pada tempatnya. Kateter uretral dihubungkan dengan manometer air, dan larutan steril dibiarkan mengalir kedalam kandung kemih dengan kecepatan biasanya 1 ml/s. pasien memberitahukan dokter pada saat terasa ingin buang air kecil, dan pada saat kandung kemih terasa penuh. Derajat pengisian kandung kemih pada kedua situasi ini dicatat. Tekanan diatas tingkat nol pada simfisis pubis diukur, dan tekanan serta volume dalam kandung kemih diukur serta dicatat.

g. Profil tekanan uretra mengukur resitensi uretra disepanjang uretra. Gas dan cairan dimasukkan melalui sebuah kateter yang ditarik keluar sambil mengukur tekanan disepanjang dinding uretra.
h. Sistouretrogram memungkinkan visualisasi uretra dan kandung kemih yang dapat dilakukandengn penyntikan retrograd atau dengan mengeliminasi media kontras.

i. Pada voiding cystourethogram, kandung kemih diisi dengan media kontras dan pasien berkemih sementara foto-foto spot dibuang dpengn cepat. Ada tidaknnya refluks vesikouretral atau kelainan congenital pada traktus urinarius inferior dapat diperlihatkan. Voidingcystourethrogram juga digunakan untuk menyelidiki kesulitan dalam pengosongan kandung empedu dan inkontinensia.
j. Elektromiografi meliputi penempatan elektroda dalam otot dasar panggul dan fingter ani untuk
 mengevaluasi fungsi neuromuskuler traktus urinarius inferior.


semoga bermanfaat, aamiin..