Senin, 25 Januari 2016

Thyfoid

Asuhan Keperawatan Thyfoid


A. Pengertian

  1. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
  2. Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii (Hidayat, 2006).
  3. Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.

B. Penyebab

Penyebab typhoid adalah Salmonella thypii. Salmonella para typhi A, B dan C. Ada dua sumber penularan Salmonella thypii yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella thypii dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

C. Patofisiologi

Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.

Salmonella  thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk ke lambung. Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan limpa serta berkembangbiak sehingga organ-organ tersebut membesar (Ngastiyah 2005). 

D. Manifestasi Klinik

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu :
• Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktaksis.
• Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative, lidah tipoid, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, dan gangguan kesadaran.

E. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Suryadi (2006) pemeriksaan pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:

1. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c.Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

4. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglut inin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella thypii, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a.Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b.Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c.Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
 

5. Pemeriksaan Tubex

Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi penyakit demam tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella (lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF). Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi dini infeksi akibat kuman Salmonella thypii. Keunggulan pemeriksaan Tubox TF antara lain bisa mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella thypii, karena antibody IgM muncul pada hari ke 3 terjadinya demam. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan lain hanya dibutuhkan sampel darah sedikit, dan hasil dapat diperoleh lebih cepat, Anon1 (2010).

F. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik

b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

G. Penatalaksanaan Medis

Pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di berikan perawatan sebagai berikut:

1. Perawatan

a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya kondisi bila ada komplikasi perdarahan.
 

2. Diet

a. Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
b. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang kerja usus dan tidak mengandung gas, dapat diberikan susu 2 gelas sehari
c. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
d. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
e. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
 

3. Obat-obatan

Obat-obat yang dapat di berikan pada anak dengan thypoid yaitu :
a. Klorampenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimum) 2 gram/hari, diberikan peroral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentulan zat anti berkurang karena basil terlalu cepat di musnahkan. Dapat juga diberikan Tiampenikol, Kotrimoxazol, Amoxilin dan ampicillin disesuaikan dengan keluhan anak. Kloramfenikol digunakan untuk memusnahkan dan menghentikan penyebaran kuman. Diberikan sebagai pilihan utama untuk mengobati demam thypoid di Indonesia.
b. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi  dan asidosis diberikan cairan intravena.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium:
1. Darah tepi
  • Terdapat gambaran leukopenia
  • limfositosis relatif dan
  • ameosinofila pada permulaan sakit
  • mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
Hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan cepat.

2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari 1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat penyakitnya.

3. Darah untuk kultur (biakan empedu)
      

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
a) Pola nutrisi metabolic
Data subjektif : napsu makan berkurang,mual,muntah.
Data objekyif : keadaan umum lemah.
b) pola eliminasi :
Data subjekyif : perubahan pola BAB
Data objektif : bising usus negative
c) pola aktifitas dan latihan
Data subjektif : merasa kesulitan untuk bergerak
Data objekyif : gangguan otot
d) Pola persepsi kognitif
Data subjektif : suhu tubuh yang nauk turun
Data objektif : pasien tampak lemah
e) pola mekanisme kopimg dan toleransi terhadap stres
Data subjekyif : perasaan bosan

1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).

c. Data Fokus
Mata:konjungtiva anemis
Mulut : lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan), nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
Hidung : kadang terjadi epistaksis
Abdomen : perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, nyeri tekan.
Sirkulasi : bradikardi, gangguan kesadaran
Kulit : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.

d. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
- SGOT SGPT meningkat, leukopenia, leuukositosis relatif pada fase akut; mungkin terdapat anemia dan trombositopenia.
- Uji serologis asidal (titer O, H)
- Biakan kuman (darah, feses, urin, empedu)

ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa


a. Hypertermi b/d infeksi kuman salmonella typhii

Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital (TD,N.S,P)
R/ Adanya perubahan pada TTV merupakan petunjuk adanya perubahan kondisi kesehatan pasien.                 
- Berikan kompres hangat pada pesien
R/ Dapat meningkatkan terjadinya perpindahan panas  secara evaporasi
                                                                                                              
-Anjurkan pasien banyak minum ± 2,5 liter perhari dan jelaskan manfaanya bagi pasien
R/ penimgkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan penguapan tubuh sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

-Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
-Anjurkan pasien untuk bedrest totol di tempat tidur
R/ Pergerakan yangbanyak dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
 
-Catat intake dan output
R/ Untuk mengetaui adanya ketidakseimbangan cairan   tubuh

-Laksanakan advis dokter dalam pemberianobat antiperetik
R/ Obat antipiretik merangsan vasodilatasi dengan demikian sirkulasi lancar, sehingga proses pembuangan panassecara evaporasi terjadi.

b. gangguan rasa nyaman nyeri abdomen b/d proses peradangan di Usus

Intervensi :
-Kaji tingkat nyeri
R/ Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat diketaui sejauh mana nyeri yang dirasakan pasien dan dapat diambil tindakan salanjutnya

-Observasi TTV
R/ dengan observasi TTV dapat mengetaui prkembangan pasien

-Ajarkan teknik relaksasi napas panjang bila nyeri timbul
R/ Dengan melakukan teknik relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot dan mengurangi nyeri.

-Alihkan perhatian pasien
R/ Dengan mengalihkan perhatian, maka oasien tidak berfokus padanyeri

-Anjurkan untuk istirahat cukup
R/ Dengan istirahat dan mengurangi aktivitas, maka akan mengurangi nyeri

-Atur posisi yang menyenangkan bagi pasien
R/ Posisi yang baik akan mengurangi nyeri sehingga pasien merasa lebih nyaman 

-Ciptakan suasana yang tenang
R/ pasien dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman

-Laksanakan advis dokter dalam pemberian obat analgetik
R/ dapat memblok ransangan nyri untuk tidak dipersepsikan ke otak

c.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.

Intervensi :
-Kaji pola makan pasien .
R/ pola makan pasien dapat memberikan gambaran serta perubahan yang terjadi sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat

-Berikan makanan yan mudah ditelan seperti bubur dan hidangannya saat masi hangat.
R/ membantu pasien dalam meneladan meningkatkan asupan makan

-Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
R/ Menghindari mual, muntah dan meningkatkan asupan makan

-Catat jumlahporsi makan yang dihabiskan pasien setiap hari
R/ Untik mengetaui jumlah asuapan nutrisi pasien

-Timbang berat badan pasientiap 2 hari sekali.
R/ Untuk mengetaui adanya penurunanatau peningkatan berat badan

-Berikan obat-obat antasida sesui dengan program dokter
R/ Obat antasida membanti pasien mengurangi mual, muntah. Dengan pemberian obat tersebut diharapkan meningkatkan nutrisi pasien


Semoga bermanfaat, aamiin...

0 comments:

Posting Komentar